Judul : News - Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN? - Artikel By Blogger
link : News - Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN? - Artikel By Blogger
News - Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN? - Artikel By Blogger
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang N0 40 tahun 2007 tentang Pereroan Terbatas, Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Artinya, secara prinsip, peran Komisaris sebenarnya adalah melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi. Namun, komisaris secara individu tidak punya kekuatan yang berarti dalam mengawasi direksi. Dia baru punya kekuatan atau peran yang menentukan jika dilakukan secara kolektif yaitu yang disebut dengan Dewan Komisaris.
Peran yang dimiliki Dewan Komisaris yaitu mengawasi tindakan Dewan Direksi atau Direksi sehari-hari. Dewan Komisaris bertangung jawab atas pengawasan perseroan seperti diatur Pasal 108 ayat 1 yang mengatakan dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun mengenai usaha perseroan dan memberi nasihat kepada Direksi. Selanjutnya Pasal 108 ayat 2 menyatakan, pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana Pasal 1 dilakukan guna kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Selain itu, Dewan Komisaris juga wajib membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya (lihat Pasal 116).
Ada hal yang menarik soal peran Dewan Komisaris ini, sebab dalam keadaan dan waktu tertentu Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan yang semestinya dilakukan Direksi atau Dewan Direksi. Hal ini diatur dalam Pasal 118 UUPT yang menyatakan “Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.” Keadaan tertentu yang dimaksud misalnya, terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan seluruh anggota direksi yang tentunya punya benturan kepentingan dengan perseroan, dalam kondisi demikian Dewan Komisaris yang bertindak mewakili Perseroan untuk melawan anggota Direksi tersebut. Atau dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan sementara, maka Dewan Komisaris lah yang menjalankan peran Direksi tersebut (lihat Pasal 99 Ayat 2 huruf b dan Pasal 107 huruf c UUPT).
Konsekuensinya segala hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap perusahaan dan pihak ketiga berlaku terhadap Dewan Komisaris yang menjalankan peran pengurusan tersebut (lihat Pasal 118 Ayat 2 UUPT). Selain itu, Pasal 121 menyebutkan dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris. Dan komite tersebut bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
Artinya berdasarkan UU PT, memang tugas dan tanggung jawab Dewan komisari tidak sebatas pengawas dan hadir dalam RUPS. Tetapi dia juga harus memahami jalannya perusahaan secara utuh dan punya visi kuat untuk memastikan tugas direksi itu tidak menyimpang dari agenda perusahaan. Sehingga kalau terjadi masalah, dia bisa ambil alih kepengurusan secara solving problem dan total solution.
Tadinya kita bisa berdamai ketika Komisaris BUMN itu titipan partai. Tetapi kini bukan hanya orang partai, malah relawan Jokowi juga jadi komisaris. Engga tanggung tanggung. Ada 17 orang yang jadi komisaris BUMN. Selagi mereka itu memang profesional tidak ada masalah. Yang jadi masalah gimana bila tidak profesional. Malah jadi beban direksi. Kalau komisaris dari profesional, Meneg BUMN bisa dengan mudah copot. Tetapi untuk titipan partai dan relawan, engga mudah dicopot. Suka tidak suka keberadaan mereka karena alasan politik. Itulah yang jadi dilema bila keberadaan komisaris berhubungan dengan ring 1 presiden.
Pada awal Jokowi berkuasa, kapasitas BUMN tidak begitu besar. Tetapi berlalunya waktu selama 5 tahun Jokowi berkuasa, kapasitas bisnis BUMN meningkat drastis. Itu ditandai dengan banyaknya penugasan BUMN terhadap pembangunan strategis yang dicanangkan Jokowi. Yang lebih rumit adalah pembiayaan pembangunan itu tidak berasal dari cadangan laba. Tetapi dari hutang dan dukungan pemerintah (APBN). (lihat grafik di bawah ini). Pada Pada Juni 2020 total ULN BUMN Indonesia mencapai US$ 58,6 miliar (Rp 874,1 triliun) atau naik 22,9% (yoy) di banding posisi Juni tahun lalu yang mencapai US$ 47,7 miliar. Kenaikan ULN BUMN RI ini bahkan lebih tinggi dari kenaikan ULN industrinya maupun total ULN swasta.
Kondisi tersebut sangat mengkawatirkan. Itu bisa jadi ledakan utang terancam default. Memang negara tidak tanggung jawab terhadap utang BUMN karena merupaka harta terpisah. Namun dampaknya sekali BUMN gagal bayar, itu bisa sistemik terhadap kepercayaan investor kepada dunia usaha di Indonesia. Akan meruntuhkan kepercayaan publik kepada pemerintahan Jokowi. Maklum walau akumulasi asset BUMN separuh PDB nasional namun sumbangannya terhadap PDB hanya 16% Itu sangat significant menggoncang ekonomi nasional.
Apa artinya ? Dengan beban hutang semakin besar, semakin besar juga beban biaya dan cash flow. Kapasitas bisnis sudah overload. Kalau tidak ada langkah exit strategi maka BUMN akan limbung. Untuk membawa BUMN berselancar di tengah tekanan utang dan biaya tetap itu, diperlukan visi hebat dari preskom untuk mengarahkan direksi agar berani membuat keputusan strategis. Mereka harus lebih hebat dalam hal visi global yang berkaitan dengan literasi keuangan. Bukan hanya kelas lokal tetapi global. Mereka juga harus paham tentang kolaborasi dan sinergi yang sehat kepada pihak yang qualified. Karena di saat sulit sangat diperlukan kolaborasi kepada strategis partners. Kalau engga, akan terjebak bisnis dan management ilusi dari direksi, yang justru mempercepak limbung perusahaan.
Jadi peran Komisaris itu tidak hanya dewan pengawas dan duduk dapat gaji berserta fasilitas. Tidak. Walau UU PT memang begitu. Tetapi untuk kelas BUMN dimana Komisaris adalah juga wakil rakyat pemilik BUMN harus berperan lebih. Seperti Ahok sebagai preskom BUMN. Dia terlibat teknis pengawasan, bukan hanya terima laporan. Memberikan keberanian kepada direksi untuk membuat keputusan strategis dan membuat terobosan agar Pertamina lebih efisien dan efektif melaksanakan tugas pemegang saham. Dia engga takut dengan siapapun. Bahkan berani berbeda pendapat dengan Meneg BUMN kalau dia anggap tidak sesuai tujuan jangka panjang Pertamina.
***
Anda semua tahu kan proyek kilang Tuban? Itu loh yang buat petani kaya raya mendadak karena jual lahan ke Pertamina. Apa sih Proyek Kilang Tuban itu ? Proyek ini sangat strategis loh. Kenapa? Karena bukan hanya bangun kilang untuk BBM tetapi juga produk turunan berupa petrokimia. Kapasitas produksi gede banget. Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kualitas Euro V (BBM ramah lingkungan) yaitu gasoline sebesar 80.000 barel per hari dan diesel sebesar 98.000 barel per hari. Sementara produk petrochemical mencapai 3.600 kilo ton per annum (ktpa). Kalau nih proyek selesai. KIta udah engga impor lagi BBM. Tahun 2024 selesai nih proyek.
Proyek ini sudah direcanakan lama. Tapi baru di speed up tahun 2019 setelah Jokowi marah besar. “ Saya sampaikan agar tidak lebih dari tiga tahun harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tapi tiga tahun harus rampung semuanya," kata Jokowi. Kebayang dehc, itu yang omong Presiden RI bagi 260 juta penduduk. Engga main main. Engga kelar, bisa hilang posisi semua direksi da komisari. Tetapi dengan instruksi sederhana itu, Ahok sebagai preskom bisa lebih mudah memastikan proyek terbangun sesuai konsep bisnis.
Berdasarkan studi kelayakan, proyek kilang Tuban menelan capital expenditure alias belanja modal mencapai US$ 18 miliar. Kemudian Ahok minta di audit ulang . Ahok tunjuk konsultan dari luar negeri. Hasilnya? biaya proyek bisa dipangkas sampai US$ 6 miliar lebih atau setara Rp 84 triliun (asumsi kurs Rp 14 ribu per dolar AS). Saya membaca berita itu, tersenyum saja. Itu biasa saja. Mengapa? Dalam proyek seperti Tuban itu, besar kecilnya biaya ditentukan oleh pemilihan metodelogi membangun. Ini berkaitan dengan design Engineering. Yang luar biasa itu, adalah keberanian Ahok.
Sebagai komisaris Ahok tidak perlu tahu detail biaya proyek. Itu urusan direksi. Tetapi komisaris berhak tahu metodelogi membangun. Itulah fungsi pengawasan. Setelah tahu, dia tinggal panggil konsultan untuk memberikan second opinion. Dari sana dia bisa membuat keputusan yang tepat. “ Ubah designnya. “ Cukup dia bilang begitu. Direksi harus patuh. Karena Ahok tidak mengubah keputusan pemegang saham membatalkan proyek. Ahok hanya minta ubah design nya. Benarlah. Hasil setelah design diubah, biaya capex juga berubah. Justru menghemat besar.
Nah cobalah bayangkan, Andaikan Ahok tidak ubah designed itu, ada pemborosan US$ 6 miliar lebih atau setara Rp 84 triliun. Dengan diubah desain , anggaran USD 18 miliar bisa dihemat USD 6 miliar. Apa jadinya, kalau Ahok tahu perubahan design itu bisa menghemat biaya, dan itu dia gunakan deal dengan kotraktor (EPC). “ Gua engga ubah design, tapi gua dapat berapa? Wajar dong. Kan pemerintah dan direksi Pertamina udah setuju anggaran sebelumnya. EPC engga akan keberatan beri ahok sebesar ya USD 300 juta atau 5%. Itu cuan engga kecil boo. Bisa modal jadi capres.
Tetapi Ahok lebih memilih berpihak kepada hati nuraninya untuk amanah. Apalagi komisaris BUMN itu, sebetulnya mereka adalah wakil dari rakyat sebagai ultimate share holder. Pertanggungan jawabnya kepada Tuhan. Berat! Jadi begitulah seharusnya fungsi Komisaris perusahaan. Dia harus paham detail business. Harus amanah terhadap tugasnya sebagai wakil pemegang saham. Harus visioner. Engga bisa hanya duduk dan manut kepada direksi terus terima gaji. Lebih konyol lagi, bikin repot direksi dengan membantu rekanan bancakin perusahaan.
Demikianlah Artikel News - Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN? - Artikel By Blogger
Anda sekarang membaca artikel News - Relawan Jokowi jadi Komisaris BUMN? - Artikel By Blogger dengan alamat link https://belaja123r.blogspot.com/2020/11/news-relawan-jokowi-jadi-komisaris-bumn.html
Posting Komentar